Memelihara Kedamaian Melalui Dialog

paus fransiskus

Source: satuharapan.com

Oleh : Romo Agustinus Ulahayanan, Pr*)

Kedamaian merupakan suatu kebutuhan yang hakiki dari setiap komunitas manusia yang merupakan makhluk sosial. Maka kedamaian harus selalu dipelihara oleh setiap insan manusia. Untuk itu, senantiasa perlu diupayakan pencegahan, penghentian serta pemulihan konflik, disertai perwujudan, pelestarian dan pengembangan kedamaian. Dialog merupakan suatu cara terbaik untuk pemeliharaan kedamaian. Tulisan singkat ini merupakan suatu sumbangan pemikiran tentang dialog, dan dimaksudkan untuk mengajak, memotivasi serta membekali pelbagai pihak agar dapat mengembangkan budaya dialog secara terus-menerus demi terpeliharanya kedamaian.

Pengertian Dialog

Pada umumnya, dialog dimengerti sebagai percakapan antara dua pihak atau lebih untuk membahas, mendalami, dan menyepakati sesuatu, atau pun untuk menyelesaikan suatu masalah, misalnya konflik. Sesungguhnya dialog mempunyai pengertian yang lebih luas dan mendalam dari pengertian umum ini.

Dialog merupakan semangat dan cara hidup manusia, meliputi pola berpikir, merasa, berbicara, bersikap, dan berbuat, dalam mewujudkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, berbudaya, beriman dan beragama, sebagai makhluk hidup sosial yang beradab. Dialog dalam arti ini mencakup, mendasari, dan mewarnai semua bentuk relasi yang positif dan konstruktif antara dua pihak atau lebih, baik secara individual mau pun komunal kategorial dan komunal teritorial.

Dialog merupakan konsekuensi serentak tanda dan sarana perwujudan hakikat dan eksistensi manusia, khususnya kehidupan bersama sebagai masyarakat majemuk, yang para anggotanya, baik secara individual mau pun komunal, berbeda satu dengan yang lain dari segi eksistensi atau ekspresi identitas personal, sosial, kultural dan religius, namun sama dari segi esensi atau hakikat dari apa yang terekspresi.

Selanjutny patut ditegaskan bahwa dialog adalah suatu spiritualitas, yakni suatu corak hidup rohani yang berkaitan erat dengan orang-orang yang hidup karena daya, kehendak dan karya Allah. Esensi setiap agama adalah hubungan dialogis antara Allah dengan manusia yang terwujud dan tercermin dalam hubungan antara manusia dengan manusia. Maka dialog merupakan perwujudan serentak tuntunan perilaku serta ciri khas identitas diri dan kehidupan setiap individu mau pun setiap komunitas manusia yang percaya dan bertakwa kepada Allah, berbudaya, dan bernegara.

Beberapa bentuk dialog

Pertama, dialog pengetahuan, yakni aneka macam aktivitas pendalaman dan sharing pengetahuan secara ilmiah, konseptual dan teoritis. Misalnya analisa sosial, refleksi etis dan moral, berteologi lintas agama, berantropologi lintas budaya. Kedua, dialog penghayatan, yaitu sharing kesadaran, perasaan, pengalaman dan tanggapan iman, hati, batin sehubungan dengan kenyataan hidup yang dihadapi, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. Ketiga, dialog pengamalan atau dialog aksi, yakni aneka macam kegiatan nyata sebagai upaya pemberdayaan, pemotivasian, pendalaman, dan ungkapan kepedulian publik akan aneka masalah kehidupan, misalnya keadilan sosial, gender, HAM, dan lingkungan hidup, entah berupa afirmasi atau konfrontasi untuk transformasi. Keempat, dialog kehidupan, yakni pelbagai tata cara hidup sehari-hari, mencakup cara berpikir, merasa, berkata-kata, bersikap, dan berbuat.

Beberapa manfaat dialog

Melalui dialog, orang ditantang dan termotivasi untuk mendalami, memahami, dan peduli akan kenyataan hidup sehari-hari, berintrospeksi dan membaharui diri, mengkritisi, memurnikan dan mendayagunakan nilai-nilai  yang dianutnya, serta dapat mengambil pilihan dan sikap yang berguna bagi pihaknya mau pun pihak lain.

Juga dengan dialog, orang-orang yang berbeda dalam hal tertentu, misalnya asal, agama, dan kebudayaan, dapat saling belajar, membagi, dan memperkaya pengetahuan iman dan kasih, saling memahami, menghargai, toleran dan solider, sehingga terciptalah kehidupan bersama yang rukun, aman dan damai.

Karena itu, dialog merupakan cara yang paling tepat dan efektif untuk mencegah mau pun menghentikan konflik, untuk menciptakan perdamaian dan memulihkan akibat konflik, serta untuk melestarikan dan mengembangkan kedamaian.

Dasar dan prinsip dialog

Ada empat macam dasar utama dialog, yang patut disadari dan dipatuhi sebagai alasan, pegangan serta motivasi bagi setiap insan manusia, yang hidup bersama dan membutuhkan kedamaian. Pertama, dasar kemanusiaan, yakni nilai-nilai kemanusiaan yang universal, hakikat dan eksistensi, kewajiban dan hak, kebutuhan dan potensi manusia. Kedua, dasar kultural, yakni nilai-nilai budaya atau kearifan lokal yang khas dari suatu kelompok masyarakat adat atau suku tertentu mau pun nilai-nilai budaya bangsa yang umum secara nasional. Patut dibanggakan bahwa secara socio-cultural, dialog merupakan ciri identitas bangsa Indonesia, baik secara lokal mau pun nasional.

Ketiga, dasar religius, yakni nilai-nilai kepercayaan atau keimanan dan keagamaan yang bersifat rohani dan merupakan tuntunan perilaku serta ciri identitas diri dan kehidupan para penganutnya. Keempat, dasar konstitusional, yaitu konstitusi atau komitmen sosial suatu negara sebagai landasan serta norma penuntun hidup bersama, yang dipatuhi semua warga. Norma konstitusional pada umumnya berupa Ideologi, Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Misalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD ’45, serta aneka macam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.

Selain dasar-dasar tersebut, ada pula sejumlah prinsip dialog dengan sukses. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah: kemajemukan yang merupakan konsekuensi dari hakikat dan eksistensi manusia sebagai makhluk sosial; mutuality atau interaksi timbal balik para pihak satu sama lain sebagai subyek penentu dialog; kemitraan dan kesetaraan; persaudaraan universal atas dasar kemanusiaan; keseimbangan atau keadilan secara proporsional; kepercayaan yang diboboti dengan positive thinking dan praduga bukan negatif; dan dinamika yang mengutamakan proses kebersamaan.

Hambatan dialog dan solusinya

Dialog sering terhambat karena tidak ada kemauan dan keberanian untuk berjumpa, bertatap muka serta berwawan hati, karena ada aneka macam pemahaman, sifat, sikap, dan tindakan negatif. Misalnya, primordialisme, sektarianisme, diskriminasi, fanatisme sempit, radikalisme, akuisme, negative thinking, prasangka buruk, tidak percaya, culas, menutup diri, dan lain-lain. Apalagi bila ada pihak tertentu yang melihat dan menjalani dialog lebih sebagai “sidang pertarungan kebenaran” daripada sebagai proses pengembangan hubungan baik. Juga karena kurangnya kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, tidak ada perekat yang kuat, dan mudah termakan hasutan dan provokasi buruk.

Setiap hambatan dapat diatasi dengan cara semua pihak berkomitmen dan berusaha untuk mengembangkan dan berpegang teguh pada hal yang positif yang merupakan kebalikan dari hambatan yang ada. Perjumpaan persaudaraan, penghargaan, kepercayaan, kejujuran, dan ketulusan satu sama lain adalah pintu utama memasuki dialog yang sejati dan sukses.

Kesimpulan

Dialog merupakan konsekuensi serta tanda dan sarana perwujudan hakikat dan eksistensi manusia. Karena itu dialog merupakan ciri, kebutuhan, hak, dan kewajiban seluruh manusia. Maka setiap insan manusia, termasuk setiap warga negara Indonesia, mutlak perlu mengembangkan budaya dialog dalam hidup setiap orang, keluarga, komunitas masyarakat, bangsa dan dunia. Setiap perilaku yang menghambat, bertentangan dengan atau merusakkan dialog berdampak buruk bagi kemanusiaan, konstitusi, budaya, dan agama, maka mutlak perlu dihindari dan diatasi. Pelakunya patut ditindak sesuai ketentuan yang berlaku.

*) Penulis adalah Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, Konferensi Waligereja Indonesia

Leave a comment